Pages

Rumit

Kamis, 20 November 2014

Aku takut membuka hatiku untuk seseorang karena aku takut dicampakan. Ketakuatan itu pun lama-lama berkembang menjadi sesuatu yang sangat membatasi. Selama ini aku cukup tahu diri untuk tidak menyukai laki-laki mana pun yang berpotensi dipuja oleh semua gadis sebaya ku. Aku selalu membatasi diriku, memberi jarak.. sehingga pada akhirnya terbangunlah dinding penjaga itu tanpa ku sadari. Dinding itu seperti benteng pertahanan, melindungiku dari rasa patah hati, menjauhkan ku dari rasa ketergantungan. Dan membuatku senantiasa mandiri menjalani hidup ini. Terlalu mandiri malah.

Lama-lama aku pun tidak terlalu membutuhkan sosok lelaki dikehidupanku, untuk membuatku bahagia, tertawa dan merasa aman. Aku aman selama jauh dari mereka. Itulah yang ku yakini selama ini.

Keinginan keras untuk tidak akan pernah sudi menjadi seseorang yang akhirnya dicampakan telah membuat ku berfikir dan menganalisa diri sendiri. Ada apa sebenarnya dengan ku? Apakah ini normal untuk anak seusiaku berfikir terlalu sempit sehingga menyia-nyiakan masa mudaku? Jawabannya hanya aku yang tau. Aku tak pernah ingin terluka karna orang lain. Aku sadar, sebagai remaja diriku ini punya banyak sekali kekurangan. Aku tidak percaya diri, aku sering dicampakan oleh mereka yang ku anggap orang paling berharga di hidupku sehingga aku tak ingin merasa lebih. Aku terlalu sering melihat orang dewasa mencampakan orang dewasa lainnya dimasa lalu. Hidupku selalu dihantui perasaan semacam ini setiap kali memutuskan untuk melangkah. Setiap kali aku ingin membuka hati.

Perasaan-perasaan seperti itu berkecamuk, menyiksa dan meredam semua hasrat di dalam diriku dan menutup masa muda ku lebih awal. Aku sangat jelek, dan lemah, dan terlalu egois untuk memikirkan cinta sementara semua laki-laki yang kuinginkan didunia ini seperti tak pernah bisa untuk ku gapai, mereka memagari ku tapi tak bisa ku sentuh. Seperti berada dalam lingkaran kawat berskala listrik luar biasa. Aku terkurung disana selamanya dan tak kan pernah bisa keluar walaupun sebenarnya aku ingin.

Aku ingin. Itu mungkin hasrat terbesarku, yang sangat jujur dan sesungguhnya. Tapi aku takut. Takut akan hal-hal yang pada akhirnya bakal ku sesali. Aku seperti sudah meramal masa depan. Tapi suatu hari nanti aku harus menikah. Menikah demi nama baik keluarga. Keluarga ku pasti tidak sudi mempunyai aku yang bakal mereka sebut si perawan tua di masa depan.

Akankah aku sanggup? Atau akankah Tuhan berbaik hati mengirimiku seorang lelaki yang akan mengubah keyakinan ku ini pada akhirnya? Yang jelas aku takkan mencari. Ku pasrahkan kepada sang pengatur kehidupan.

Keyakinan ku yang lain mungkin mengatakan bahwa aku tak kan menikah, karena tidak ada satu pun orang yang pernah sudi berpikiran menjadi kan ku yang jelek ini sebagai pendamping hidupnya.

Kadang aku berfikir hidupku ini sungguh ironis, mengerikan dan sangat menyakitkan, makanya kadang kala aku berfikir mati jauh lebih baik. Rasanya sangat sakit sekali mengetahui dirimu tak pernah diinginkan. Tidak oleh siapapun, tidak orang tua mu, tidak saudaramu, tidak juga teman-temanmu, bahkan tidak untuk orang yang setidaknya pernah mencintaimu. Aku yakin, saat mereka mengenalku lebih dalam, lebih jelas nanti, mereka pasti akan mempunyai reaksi yang hampir sama: menjauhiku. Karena aku tak layak untuk dicintai. Tak punya pesona untuk disukai siapapun. Aku yang jelek, yang lemah dan sangat egois. Sebelum hal itu menjadi kenyataan, aku tentunya harus lari.

Aku sangat kesepian dan tak pernah bercerita pada siapapun. Selain karena ceritaku ini pastilah sangat tidak menarik, tak ada juga yang dengan suka hati ingin mendengarnya. Tak pernah ada orang yang bersedia berbagi beban denganku, membawa lari luka-luka ku, mengangkat penderitaan ini dan membuatku aman. Aku aman dengan diriku sendiri, aman selama tak membaginya pada siapapun.

Karena tak seorang pun akan mengerti, aku menyimpannya untuk diri sendiri.

Selama ini begitu

Itulah fakta yang sangat menyakitkan lainnya, menyadari bahwa tak bisa mempercayai siapapun.

Sendirian

Terlalu lama sendiri sehingga sadar bahwa takkan pernah ada yang memahami aku selain aku sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS