Pages

Inilah batas akhir kesanggupanku

Selasa, 26 Juni 2012

Semua yang terjadi terjadilah. Menyesal tak ada guna, tapi bukankah itu manusiawi?

Hidup silih ganti. Selalu ada harapan yang baru dan berarti disetiap detik, menit, jam, hari, minggu, dan bulannya.

5 tahun lalu...

2011 berakhir dengan tidak terlalu baik. Berbagai harapan diutarakan. Berharap hari ini lebih baik dari kemarin. Dan esok lebih baik dari hari ini.

Namun, bukankah teori lebih gampang terucap dibandingkan praktek yang harus direalisasikan?

2012 datang, harapan baru dimulai. Dengan penuh semangat
berharap mengukir kenangan indah disetiap tanggal dan bulan-nya.

Tapi hidup tidak selamanya indah bukan?

Disela tawa selalu ada tangis yang memperlengkapnya. Disetiap penyelesaian selalu ada konflik yang harus di bayar. Setiap angin lembut yang menyapa indahnya hari selalu juga ada badai kesedihan yang menyelinap.

Miris! Hidup selalu begitu.

Badai itu mengajarkanku betapa berartinya kenyataan untuk di sia-siakan. Betapapun maya menyelimuti hati dengan atmosfer kesenangan. Tapi tak ada yang lebih membahagiakan selain dari pada hidup dengan rasa syukur apa adanya dan penyesalan adalah suatu rasa yang menyadarkan dan memotivasi diri untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi.

Awal keraguan mulai menyelimuti. Senandung kata-kata yang tak ingin terucap pun terucap. Awal kekecewaan merasuk, namun kehadirannya pada awal tak terjamak siapaun. Tak kasat mata dan tak ada yang menyadari.
Merefleksikan diri pada saatnya. Mencoba menjadi perempuan tangguh yang dewasa. Membatasi diri dan mencoba memahami segala permasalahan yang menempa.

Tapi hati terlalu rapuh untuk aku menopang sendiri segala rasa dalam kebisuan. Saat kala rasa lelah lebih dominan sehingga mensuggestikan diri
untuk memfrontalkan.

Tapi aku siapa? Semua tak berarti dimatanya.

Aku siapa? Tak ada yang mengerti aku terlebih mereka yang aku mengerti, terlebih mereka yang menyimpan penat
tentang siapa aku.

Dengarkan aku, meski sekali.

Dengarkan aku untuk pertama dan terakhir kalinya.

Dengarkan aku, tak perlu kau mengego.

Segala harapan gugur seperti musim gugur yang menggugurkan daun daun penuh mimpi anak muda.

Apa ada yang mendengarkan keluh kesah hati?

Kembali, siapa aku? Aku tak cukup berarti untuk kau pandang dan kau pertahankan. Bahkan sekiranya hati menuntut keluar dengan sejuta harapan kau akan menoleh dan mencoba paham.

Tapi itu terlalu munafik untuk ku
mengerti pada saatnya.

Hari kelam, senyum pudar, segala pasti meninggalkan gores yang hanya aku sendiri yang mengerti.

26 Juni 2012, Inilah batas akhir kesanggupanku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS